Kisah Nyata Awal Pengembaraanku Didalam Mencari Sosok Sang Guru

Didalam Pengembaraan Pada Masa Mudaku, Setelah Sekian Lama Berjalan Mengelilingi Hampir Seluruh Sudut Penjuru Tanah Jawa Akhirnya Atas Welas Asih Dari Gusti Ingkang Moho Suci Dipertemukanlah Diriku Dengan Sosok Seorang Guru Yang Menuntunku Dengan Cara Yang Unik Didalam Menyelami Samudera Kema’rifatan... 

 

Dimataku Beliau Adalah Sosok Seorang Guru Yang Cukup Terbilang Aneh, Bagaimana Tidak Saya Bilang Aneh Karena Dengan Kealimannya Yang Begitu Mendalam Namun Beliau Tidak Memiliki Jamaah Seorangpun, Bahkan Muridpun Itu Cuman Ada 7 (Tujuh) Orang Termasuk Saya Salah Satunya Dari Ketujuh Tersebut, Itupun Yang Enam (6) Orang Lainnya Adalah Hasil Dari Saya Mencari Sekaligus Mengajak Agar Mau Mengaji Bersama-sama, Karena Jujur Pada Waktu Itu Saya Butuh Teman Didalam Belajar Agar Tidak Mudah Merasa Bosan. Karena Beliau (Sang Guru) Mengijinkan Untuk Saya Mencari Teman Mengaji Akhirnya Saya Mendatangi Beberapa Musyafir Yang Menurut Saya Cocok Untuk Belajar Mengaji Bersama, Hingga Akhirnya Didapatilah 6 (Enam) Orang Musyafir Saya Adalah Yang Ketujuhnya...

 

Suatu Waktu Sang Guru Memerintahkan Saya Beserta Enam (6) Orang Lainnya Agar Membuat SAUNG Yang Terbuat Dari BAMBU Untuk Tempat Mengaji & Mengkaji Ilmu Kasejaten Dari Beliau...

Karena Tidak Ada Satupun Diantara Kami Bertujuh Pada Waktu Itu Yang Memiliki Uang, Akhirnya Kami Bertujuh Sepakat Turun Gunung Untuk Mendatangi Beberapa Warga Setempat Untuk Menanyakan Barangkali Ada Bambu Yang Tidak Terpakai Untuk Kami Minta. Akhirnya Ada Salah Satu Warga Yang Baik Hati Menawarkan Beberapa Potong Bambu Yang Masih Utuh Bekas Tiang Penyangga Pengecoran Lantai Masjid Pada Waktu Itu Dan Beberapa Potongan Bambu Bekas Kandang Ayam...

 

Akhirnya Kami Bawa Semua Bambu-Bambu Tersebut Dan Kami Bersihkan Disungai Satu Persatu Bambunya. Yahhhh... Namanya Juga Bambu Bekas Tiang Penyangga Cor Tentunya Masih Banyak Sisa-Sisa Semen Yang Menempel, Belum Lagi Bambu-Bambu Yang Katanya Bekas Kandang Ayam Tentu Saja Banyak Kotoran-Kotoran Ayam Yang Menempel Disana, Namun Itu Semua Tidak Membuat Semangat Kita Bersama Surut, Justru Malah Semakin Mantap Dan Yakin...

 

Setelah Semua Bambu-Bambu Tersebut Kita Bersihkan Satu Persatu Dan Dirasa Sudah Benar-Benar Bersih Semuanya, Kami Serahkan Semua Bambu-Bambu Tersebut Kepada Sang Guru, Lalu Beliau Do’akan Semuanya, Pertama Agar Warga Yang Telah Rela Memberikan Bambu-Bambu Tersebut Itu Bisa Menjadi Amal Baginya Yang Mana Kebaikannya Akan Terus Mengalir Hingga Akherat Kelak Dan Kedua Agar Bambu-Bambu Tersebut Bermanfaat Dan Bisa Menjadi Perantara Turunnya Berkah Diatas Saung Yang Hendak Dibuat Nanti...

 

Singkat Cerita Ditancapkannyalah Sembilan (9) Bambu Utuh Sebagai Tiang Penyangganya, Dimana Setiap Kali Beliau Menancapkan Satu (1) Tiang Dibacakanlah Do’a Khusus Dengan Begitu Khusyuknya Oleh Beliau...

 

Singkat Cerita Setelah 3 (Tiga) Hari Saung Tersebut Selesai Dibuat, Kami Semuanya Membangun Saung Tersebut Seringnya Adalah Dalam Keadaan Lapar Karena Tidak Ada Waktu Untuk Memanen Singkong Milik Sang Guru (Ohhh Ya, Disana Seringnya Makanan Kami Adalah Singkong, Jarang Sekali Makan Nasi Kecuali Ada Tamu Beliau Yang Membawa Beras Baru Kami Semua Bisa Masak Nasi, Jika Tidak Ada Tamu Beliau Yang Membawa Beras Maka Makanan Kami Setiap Harinya Pada Waktu Itu Adalah Singkong)...

 

Setelah Saung Tersebut Jadi Dengan Sempurna Sekalipun Sangat Sederhana, Namun Ditempat Itulah Kami Bertujuh Menerima Kajian Demi Kajian, Wejangan Demi Wejangan Tentang Ilmu Kasejaten Berbulan-bulan Lamanya...

 

Namun Entah Kenapa Diantara Kami Bertujuh, Justru Saya Sendiri Yang Paling Sering Dimarahi Oleh Beliau Padahal Saya Selalu Berusaha Untuk Menderma Baktikan Jiwa Raga Ini Kepada Beliau Dengan Sepenuh Hati, Akan Tetapi Justru Saya Sendirilah Yang Paling Sering Dan Paling Banyak Kena Omelannya Bahkan Terkadang Bukan Cuman Dimarahinya Saja Bahkan Saya Sering Sekali Dimakinya, Dihinanya Bahkan Diejeknyalah Diri Saya Dihadapan 6 (Enam) Teman Lainnya, Pokoknya Selama Saya Disana Tidak Ada Satu Haripun Saya Lolos Dari Omelannya Sampai-Sampai Telinga Saya Panas Mendengar Omelannya Pada Waktu Itu Yang Setiap Hari Selalu ditujukan Kepadaku...

 

Disana Beliau Menggembleng Kita Bertujuh Setiap hari Selama 6 (Enam) Bulan Lamanya, Kemudian Dibulan Ketujuh Beliau Pamit Karena Katanya Ada Tugas Penting Lainnya Sehingga Harus Meninggalkan Kita Semuanya Dan Sebelum Beliau Pergi Beliau Berpesan Agar Kami Bertujuh Tidak Meninggalkan Saung Tersebut Sebelum Beliau Kembali.

Jujur Diawal Kepergian Beliau Hatiku Sempat Merasa Lega, Karena Setidak-Tidaknya Selama Beliau Tidak Ada Saya Terbebas Dari Omelannya Yang Selalu Tertuju Kepada Diri Saya...

Namun Seiring Berjalannya Waktu, Hari Berganti Hari, Minggu Berganti Minggu, Hingga Bulan Berganti Bulan Beliau Tak Pula Kunjung Datang, Hingga 6 (Enam) Temanku Tak Sabar Dan Memutuskan Untuk Pergi Juga Meninggalkan Saung Tersebut Karena Mereka Semua Beranggapan Bahwasanya Sang Guru Sudah Lupa Pada Kami Semua Dan Tidak Mungkin Kembali Ke Saung Itu Lagi, Hingga Tinggalah Saya Seorang Diri Menjaga Saung Tersebut Mengikuti Apa Yang Telah Didawuhkan Oleh Sang Guru, Yakni “Untuk Tidak Pergi Meninggalkan Saung Sebelum Beliau Kembali”...

 

Setelah Ke Enam (6) Temanku Pergi Meninggalkan Diriku Dengan Saung Yang Dibangun Bersama-Sama, Tiada Hari Yang Aku Lalui Tanpa Ada Air Mata Yang Menetes Membasahi Kedua Pipi, Karena Posisi Saung Tersebut Sangatlah Jauh Sekali Dari Pemukiman Warga, Ditambah Posisinya Berada Diatas Sebuah Bukit Ditengah Hutan Dan Sejak Saat Itu Diri Ini Benar-Benar Merasakan Sepi & Sunyi Terlebih Disaat Malam Hari Yang Gelap Gulita...

Disaat Seperti Itulah Muncul Rasa Kerinduan Yang Begitu Kuat Didalam Jiwaku Terhadap Sosok Sang Guru Yang Setiap Harinya Selalu Memarahiku Dan Pada Saat Itu Juga Saya Baru Sadar Dan Mengerti Bahwasanya Selama Ini Beliau (Sang Guru) Memasukkan Sirr Keilmuannya Kedalam Qalbuku Melalui Cara Yang Unik, Yakni Dengan Memarahiku Setiap Hari, Disitulah Aku Sadar Bahwasanya Belajar Ilmu Kema’rifatan Itu Cara Memasukan Ilmunya Betul-Betul Diluar Nalar Logika Dan Modalku Pada Saat Itu Hanyalah Setia, Patuh Dan Taat Atas Apapun Yang Guru Dawuhkan Kepadaku Juga Berusaha Untuk Senantiasa Sabar, Dan Pasrah Atas Apapun Yang Guru Lakukan Kepada Diriku...

 

Setelah 4 (Empat) Bulan Aku Tinggal Sendirian Menjaga Saung Tersebut, Akhirnya Sang Guru Yang Selalu Aku Rindukan Kedatangannya Setiap Hari Akhirnya Datang Juga Dengan Senyuman Yang Begitu Indah Menghiasi Wajahnya, Dan Itu Adalah Senyuman Pertama Yang Aku Lihat Pada Waktu Itu Dari Sosok Sang Guru, Sontak Seketika Itu Aku Langsung Menubruk Beliau Melakukan Sembah Sungkem Yang Dibarengi Dengan Tangisan Sambil Memohon Maaf Atas Kesalahan Dan Kebodohanku Selama Ini, Ditengah-tengah Isak Tangisku Beliau Berjongkong Lalu Memegang Kepalaku Sambil Melantunkan Kalimah-Kalimah Do’a Yang Sengaja Dikhususkan Untuk Diriku, Setelah Beliau Selesai Berdo’a Beliau Mengangkat Kedua Lenganku Sebagai Simbol Agar Aku Bangun Dan Berdiri Dari Posisi Sembah Sungkemku, Lalu Beliau Menyuruhku Untuk Mandi Disungai Disekitar Saung Tersebut, Setelah Selesai Mandi Aku Diminta Untuk Naik Diatas Saung Dan Disitulah Kajian-Kajian Khusus Kema’rifatan Sejati Diwedar (namun mohon maaf saya tidak dapat menorehkannya disini seperti apa isi kajiannya tersebut, karena sifatnya terlalu khusus).

 

Setelah Beliau Selesai Memberikan Wejangan-Wejangan Khusus Tentang Kasejaten Kema’rifatan, Beliau Bilang Kalau Diriku Telah Lulus Dalam Episode Awal Dan Beliau Juga Berkata Bahwasanya Nanti Akan Ada Guru Lainnya Yang Lebih Mumpuni Yang Memang Ditugaskan Oleh Gusti Ingkang Moho Suci Untuk Mengawal Perjalanan Ruhaniku Katanya, Dan Setelah Sekian Lama Dipertemukanlah Diriku Dengan Gusti Kanjeng Romo...

 

Itulah Sekelumit Kisah Proses Perjalanan Ruhaniku Diawal-Awal Pencarian Sosok Seorang Guru / Mursyid, Hingga Akhirnya Atas Cinta, Kasih & Sayang Dari Gusti Ingkang Moho Suci Dipertemukanlah Diriku Dengan Sosok Mursyid Yang Sering Sekali Aku Ceritakan Kepada Kalian Semuanya, Yakni Gusti Kanjeng Romo...

Dan Dalam Kisah Ini Saya Mohon Maaf Karena Tidak Diijinkan Untuk Mencantumkan Nama Guru Ruhani Pertamaku Tersebut Dan Mohon Maaf Juga Karena Tidak Mencantumkan Pula Dimana Alamat Saung Yang Saya Ceritakan Dalam Kisah Tersebut, Karena Memang Saungnya Juga Sudah Tidak Ada Sebab Langsung Dibakar Dihari Perpisahanku Dengan Beliau, Karena Sejak Saat Itu Beliau Mendapat Tugas Ruhani Lagi Untuk Melanjutkan Perjalanan Guna Membimbing Calon Murid Baru Yang Tempatnya Memang Jauh Dari Lokasi Saung Tersebut Dan Sayanya Pribadi Juga Mendapat Tugas Untuk Meneruskan Perjalanan Lagi Guna Mencari Sosok Guru / Mursyid Yang Dimaksud Oleh Beliau, Dalam Hal Ini Ternyata Adalah Gusti Kanjeng Romo...

Semoga Keberkahan Senantiasa Selalu Menyertai Kalian Semuanya, Selamanya...

Rahayu Rahayu Rahayu...